13 Reasons Why Dikaitkan Dengan Bertumbuhnya Angka Bunuh Diri Remaja

 Reasons Why Dikaitkan dengan Bertumbuhnya Angka Bunuh Diri Remaja 13 Reasons Why Dikaitkan dengan Bertumbuhnya Angka Bunuh Diri Remaja

Sebuah penelitian mengaitkan serial Netflix 13 Reasons Why dengan peningkatan angka bunuh diri remaja. Sejak publikasi pertamanya di tahun 2007, novel 13 Reasons Why karya Jay Asher meraih status best-seller, meskipun kental dengan tema dan ilustrasi bunuh diri remaja. Satu dekade berselang, novel ini disesuaikan sebagai serial Netflix, dan eksklusif menjadi hit.

Baru saja mendapat lampu hijau untuk season ketiga, 13 Reasons Why berhasil membangun dongeng sekelompok remaja, yang terhubungkan kembali menyusul bunuh diri teman sekelas mereka, menjadi sesuatu yang mungkin jauh lebih substansial daripada yang disampaikan dalam novelnya. Namun, ini bukan perjalanan yang mudah, dimana serial TV nya mendapat kritik yang jauh lebih banyak ketimbang yang diterima bukunya. Beberapa komunitas bahkan menarik buku tersebut dari perpustakaan mereka dan melarang semua pembicaraan perihal serial itu di sekolah. Dengan banyaknya sorotan yang difokuskan terhadap kedua buku dan serial TV nya, sanggup dimengerti mengapa popularitasnya masih belum berkurang, sehabis lebih dari satu dekade semenjak publikasi pertamanya.

Kontroversi terbaru yang ditujukan kepada serial Netflix itu berasal dari EurekAlert!, yang menempatkan sebuah studi gres yang diterbitkan dalam Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry. Studi ini menemukan bahwa kehadiran serial 13 Reasons Why dihubungkan dengan peningkatan sebesar 28,9% dalam tingkat bunuh diri di kalangan cowok Amerika usia 10-17 pada bulan April 2017.


 Reasons Why Dikaitkan dengan Bertumbuhnya Angka Bunuh Diri Remaja 13 Reasons Why Dikaitkan dengan Bertumbuhnya Angka Bunuh Diri Remaja

Untuk lebih memahami inovasi mereka, para peneliti mempelajari kematian dengan cara bunuh diri di Amerika Serikat per tahun dan per bulan pada ketika sebelum 13 Reasons Why dirilis. Perhatian khusus kemudian difokuskan pada apakah tingkat bunuh diri menjadi lebih rendah, lebih tinggi, atau sama, dalam periode sehabis serial Netflix yang popular itu dirilis. Apa yang mereka temukan yakni bahwa tingkat bunuh diri secara signifikan lebih tinggi di antara usia 10 hingga 17 tahun pada bulan April, Juni, dan Desember 2017 dibandingkan data masa kemudian yang diambil selama periode yang sama. Rasio bunuh diri juga lebih tinggi pada bulan Maret 2017, masa dimana bahan promosi sedang gencar-gencarnya jelang perilisan serial di bulan April. Untuk mendapat warta lebih dalam mengenai angka-angka ini, para peneliti juga membandingkan peningkatan perkara bunuh diri dengan tingkat pembunuhan selama periode yang sama. Studi itu tidak mengungkapkan kenaikan signifikan dalam pembunuhan, menciptakan para ilmuwan menyimpulkan bahwa faktor lingkungan dan dunia lainnya pada ketika itu kemungkinan besar tidak sanggup disalahkan.

Meskipun penelitian ini mengatakan kenaikan tingkat bunuh diri semenjak rilis awal 13 Reasons Why, untuk menyimpulkan bahwa serial itu mempengaruhi dewasa untuk bunuh diri sepertinya agak berlebihan. Adegan bunuh diri di 13 Reasons Why tidak mewah atau mengundang sedikitpun dan hanya ditampilkan sehabis klarifikasi yang dalam perihal apa saja yang mendorong Hannah Baker untuk melakukannya. Mungkin para peneliti akan mencoba studi lain, studi yang mempertimbangkan imbas psikologis dari peperangan di banyak sekali cuilan dunia dan keadaan yang seringkali suram, ibarat yang terlihat setiap hari di media mainstream, ketimbang hanya menyalahkan buku dan serial TV yang secara harafiah berbicara jujur kepada dewasa perihal peristiwa dari bunuh diri.

Comments

Popular Posts